Analisis Jurnal Hukum
ANALISIS SUDUT PANDANG EKONOMI TERHADAP PENGENAAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS EKSPOR/IMPOR BARANG KENA PAJAK
(Studi Kasus PT. Astra Honda Motor Yang Melakukan Impor Kendaraan Toyota Dari Jepang)
[Sumber] Bagi negara yang menganut system hukum common law dan civil law pasti warga negaranya akan berurusan dengan pajak. Pajak ini harus dibayarkan oleh tiap-tiap orang yang ada pada negara tersebut. Pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada negara yang bertujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara dalam rangka meningkatkan pembangunan. Pajak sendiri memiliki pengaruh penting terhadap kemajuan perekonomian negara. Pajak Pertambahan Nilai yang kemudian dikenal PPN merupakan penyumbang penerimaan pajak terbesar. Objek Pajak Pertambahan Nilai tidak dikenakan terhadap semua barang maupun jasa bahkan ada beberapa barang dan jasa yang tidak dipungut pajak dan dikecualikan dari PPN,hal ini dikarenakan pertimbangan seperti perekonomian,sosial dan budaya maka pemerintah mengatur sendiri UU PPN.
PPN dapat dipungut beberapa kali pada
berbagai mata rantai jalur perusahaan. Tetapi PPN ini pengenaannya hanya
terhadap pertambahan nilai yang timbul pada tiap penyerahan barang atau jasa pada
jalur perusahaan berikutnya. Maka PPN ini sebenarnya tidak termasuk
memberatkan. Pertambahan nilai yang ada terjadi karena dipakainya factor-faktor
prosuksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan,menghasilkan,menyalurkan
dan memperdagangkan barang atas jasa kepada konsumen. Perekonomian yang semakin berkembang pada saat
ini memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia bisnis. Hubungan ekonomi
antar negara pun menjadi faktor penting yang memiliki pengaruh terhadap
perekonomian dalam suatu negara.
Perusahaan multinasional memanfaatkan
transfer pricing sebagai alat guna menghindari atau menggelapkan pajak dengan
cara meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung perusahaan atau dalam kata
lain transfer pricing ini merupakan Tindakan manipulasi atau abuse of transfer
pricing yang sering dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk penghindaran
dan penggelapan pajak. Praktik transfer pricing merupakan upaya guna
meminimalkan beban pajak yang dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan
serta biaya suatu perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dari suatu negara
kepada perusahaan di negara lain yang tarif pajaknya berbeda. Masalah
pengalokasian penghasilan dan biaya perusahaan multinasional harus diatur
dengan baik dan jelas oleh masing-masing negara yang terlibat dalam transaksi
internasional.
Terdapat empat sector industry di Indonesia
yang dapat dikatakan rawan melakukan penghindaran pajak dengan transfer pricing
diantaranya yakni pertambangan,perkebunan,elektronik dan otomotif. Toyota
diduga memainkan harga transaksi dengan pihak terafiliasi dan menambah beban
biaya lewat pembayaran royalty secara tidak wajar. Ribuan mobil produksi Toyota
motor manufacturing Indonesia di ekspor ke luar negeri dari pelabuhan Tanjung
Priok,Jakarta Utara dan hal ini tidak ketahui oleh orang banyak. Nilai ekspor
yang digunakan pun dibawah biaya penjualan. Petugas pajak harus memeriksa nilai
kewajaran dari semua transaksi Toyota Manufacturing ke Singapura. Cara yang
dapat digunakan yakni sesuai dengan aturan penanganan transaksi hubungan
istimewa yang diterbitkan Direktorat Jendral Pajak. Otoritas pajak berhak
menentukan kewajaran harga penjualan suatu perusahaan dengan cara membandingkan
harga itu dengan transaksi perusahaan sejenis di luar negeri. Aturan ini
merujuk pada transfer pricing guidele yang disusun organization for economic
cooperation and development (OECD).
Kombinasi permainan harga yang dilakukan
Toyota dalam transaksi terafiliasi dan pembayaran royalty yang dinilai tidak
wajar,Toyota melaporkan penghasilan kena pajak sebesar Rp 426,9 miliar pada
tahun 2007 dan Rp 60,6 miliar pada tahun 2008. Toyota merasa sudah membayar
lebih dari nilai tersebut maka lima tahun lalu Toyota menuntut negara
mengembalikan kelebihan pajak yakni sebesar Rp 412 miliar. Namun menurut
Direktorat Jendral Pajak penghasilan Toyota yang harus dikenai pajak adalah Rp
975 miliar pada tahun 2007 dan Rp 2,45 triliun pada tahun 2008. Pemerintah
meminta Toyota untuk mebayar kekurangan pajak sebesar Rp 1,22 triliun.
Untuk mencegah penghindaran pajak yang telah dilakukan oleh Toyota maka terdapat peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tanggal 11 November 2011. Selain itu terdapat kesepakatan mengenai Transfers Pricing (Advance Pricing Agreement). Tujuan adanya APA guna mengurangi praktik penyalahgunaan transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional. Keuntungan APA dapat meberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam penghitungan pajak,fiskus tidak perlu melakukan koreksi atas harga jual dan keuntungan produk yang dijual wajib pajak kepada perusahaan yang sama.
Meskipun pajak sudah didasarkan pada hukum
pajak namun pada pelaksanaanya masih terdapat hambatan dalam pemungutan pajak
salahsatunya yang dilakukan oleh Toyota. Adanya anggapan bahwa pajak ini memberatkan
hingga terjadi penghindaran/penggelapan pajak ini haruslah ditindak lanjuti.
Tiap-tiap orang maupun badan usaha harus ditingkatkan Kembali kesadaran dan
kepatuhan dalam membayarkan pajak,dan petugas pajak harus melakukan pengawasan serta
melakukan pembinaan dan penegakan hukum yang jelas dan seimbang melalui instrument
hukum pajak dan pengadilan pajak.
Ekspor impor sendiri memiliki dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sama halnya dengan pajak yang menjadi penerimaan kas negara yang sangat besar,sehingga pajak di posisikan sebagai salah satu sumber pendapatan negara yang terpenting untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan nasional bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Apabila di persentasekan,pajak memenuhi setidaknya 70% penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pemungutan pajak pun harus sesuai dengan fungsi pajak yakni fungsi budgeter yakni pajak yang berguna untuk membiayai berbagai kepentingan negara dengan memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara. Fungsi pajak yang kedua yakni fungsi regular untuk mengatur masyarakat pada bidang ekonomi,sosial,politik dan hukum. Hal ini dilakukan untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Pada fungsi regular ini pajak dimaksudkan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara terus menerus hal ini dilakukan dengan cara mengatur pola produksi dan konsumsi barang-barang ekonomi.
Komentar
Posting Komentar